SEJARAH AKHLAQ



SEJARAH AKHLAQ

I.                   PENDAHULUAN
Berbicara mengenai akhlaq sama dengan artinya perilaku manusia. Pada masa Yunani kuno sebenarnya sudah mengenal yang namanya akhlaq/perilaku manusia, namun banyak diantara mereka yang menamai perbuatan baik dan buruk bukan akhlaq. Nama akhlaq mulai ada ketika adanya Rasulullah SAW.
Melacak sejarah pertumbuhan dan perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya sudah dikenal oleh manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat (al-adalah/ tradisi) yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.
Selama kurang lebih seribu tahun yang lalu ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah membangun “kerajaan filsafat”, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli tersebut semata-semata mendasarkan pada fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan pada agama. Kemudian baru datangnya Rasulullah SAW semua akhlaq/perilaku manusia itu didasarkan pada agama.[1]
Pada pembahasan sebelumnya telah membahas mengenai pengertian akhlak dan tasauf. Sehingga pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang sejarah perkembangan akhlak pada zaman Yunani sampai Romawi atau Arab sebelum Islam.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Sejarah Pertumbuhan Akhlaq pada masa Yunani
B.     Sejarah Pertumbuhan Akhlaq pada masa Romawi

III.             PEMBAHASAN
A.     Sejarah Pertumbuhan Akhlaq pada masa Yunani
Filosof Yunani yang pertama kali mengemukakan pemikiran di bidang akhlak adalah Socrates (469-399 SM). Yang terkenal dengan semboyannya: “Kenalilah diri engkau dengan diri engkau sendiri”. Kemudian diikuti oleh pengikutnya adalah Cynics dan Cyrenics. Kedua golongan tersebut sama-sama berbicara tentang perbuatan yang baik, utama dan mulia yang didasarkan pada ilmu pengetahuan.[2]
Pada masa berikutnya datang Plato (427-347 SM). Plato berpendapat bahwa di dalam jiwa manusia terdapat kekuatan yang bermacam-macam, dan perbuatan yang timbul dari kemampuan membuat pertimbangan dalam mendayagunakan potensi kejiwaan itu kepada hukum akal.[3]
Kemudian Aristoteles (394-322 SM). Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir yang dikehendaki oleh manusia dari apa yang dilakukannya adalah bahagia atau kebahagiaan. Jalan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah dengan mempergunakan akal dengan sebaik-baiknya.[4]
Filosof Yunani berikutnya yang terlahir adalah Stoics dan Epicurus (678-740 SM). Keseluruhan ajaran yang dikemukakan oleh mereka adalah bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk itu didasarkan pada pendapat akal pikiran yang ada pada diri manusia. Karenanya dapat dikatakan bahwa pemikiran filsafat yang dianut oleh para filosof Yunani ini adalah bersifat antropocentris (memusat pada manusia).[5]
Jadi dapat disimpulkan bahwa akhlaq/ perbuatan baik dan buruk pada masa perkembangan Yunani itu didasarkan dengan teori-teori pengetahuan. Dan sebelum muncul teori pengetahuan, sebelumnya telah diuji lewat akal fikiran manusia.

B.     Sejarah Pertumbuhan Akhlaq pada masa Romawi
Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” ada karena telah diterima dari wahyu artinya kenyataan ada karena terdapat takdir dari wahyu. Apa yang  telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya tanpa difikir terlebih dahulu. Oleh karena itu tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau memilki perasaan untuk menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat tidak diperkenankan.
Namun demikian sebagaian dari kalangan gereja ada yang mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Filsafat yang menentang Agama Nashrani ini akan dibuang jauh-jauh.[6]
Dengan demikian ajaran  akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani dan ajaran Nashrani. Diantara mereka yang termasyhur ialah Abelard, seorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia (1226-1274).[7]

IV.             KESIMPULAN
Sejarah pertumbuhan akhlaq pada masa Yunani yang pertama kali muncul adalah Socrates (469-399 SM). Kemudian disusul oleh beberapa tokoh lain diantaranya yaitu: Aristoteles (394-322 SM), Plato (427-347 SM), Cynics dan Cyrenics (tahun datangnya hampir bersamaan dengan Socrates), Stoics dan Epicurus (678-740 SM), namun dari beberapa tokoh tersebut memiliki perbedaan pendapat mengenai perbuatan baik dan buruk atau disebut juga dengan akhlaq. Sebagian besar pertumbuhan akhlaq pada masa Yunani ini adalah berorientasi pada teori-teori pengetahuan yang ssebelumnya telah diuji lewat akal pikiran manusia.
Sejarah pertumbuhan akhlaq pada masa Romawi dikomandoi oleh tokoh-tokoh dari bangsa Eropa yang dihubungkan dengan beberapa doktrin dari agamanya yaitu Nashrani, tokoh pada masa ini adalah Abelard, seorang ahli filsafat Perancis (1079-1142) dan Thomas Aquinas, seorang ahli filsafat Agama berkebangsaan Italia (1226-1274).

V.                PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin, Studi Akhlaq Dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta:  Amzah, 2007.
AR, Zahruddin, dkk, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
Ardani, Moh., Akhlak Tasawuf (Nilai-nilai akhlak/budipekerti dalam ibadat dan tasawuf), Jakarta: PT Karya Mulia, 2005.
Mustofa, A., Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005.
Soleiman, Abjan, Ilmu Akhlak (Ilmu Etika), Jakarta: Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, 1976.


[1] Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf (Nilai-nilai akhlak/budipekerti dalam ibadat dan tasawuf), (Jakarta: PT Karya Mulia, 2005), hlm. 34-35.
[2] Abjan Soleiman, Ilmu Akhlak (Ilmu Etika), (Jakarta: Dinas Rawatan Rohani Islam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, 1976),  hlm,.28.
[3]Ibid, hlm. 29
[4] Moh. Ardani, Op.cit, hlm. 35-36.
[5] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), hlm. 45
[6] Drs. M. Yatimin Abdullah, M.A., Studi Akhlaq Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:  Amzah, 2007), hlm. 240
[7] Zahruddin AR, dkk, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004 ), hlm. 25-27.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »