PENYIARAN AGAMA



PENYIARAN AGAMA

I.                   PENDAHULUAN
Setiap agama pasti mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan agamanya contoh saja pada agama Islam, kewajiban untuk menyiarkan agamanya telah dijelaskan dalam kitab suci al-Qur’an, tepatnya yaitu pada QS. Ali Imron: 104
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”[1] 
Kemudian diperjelas lagi dalam QS. An-Nahl: 125
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[2]
Kemudian agama Kristen pun juga mempunyai dalil/pedoman untuk menyiarkan agamanya yaitu pada (Matius, 28: 19)
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28 : 19)”[3]
Begitu juga pada agama budha yang menjadi pokok materi dalam menyiarkan agamanya yang telah diajarkan oleh Sidharta Gautama yaitu “Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu Untuk itu perlu dituntun agar selalu berada pada kebenaran dalam berkehidupan.”[4]
Jadi jelas bahwa penyiaran agama pasti akan dilakukan oleh masing-masing agama dengan tujuan agar agama tersebut terus ada dalam kehidupan ini. Di Indonesia merupakan negara yang “Bhenika Tunggal ika” artinya walaupun berbeda-beda namun harus tetap bisa menyatu atau walaupun memiliki bermacam-macam suku, budaya dan bahkan agama namun harus tetap bisa bersatu oleh karena itu proses untuk menyatukanpun sangat sulit bahkan jika salah satu dari mereka tidak memiliki sikap yang toleran terhadap yang lain maka akan menimbulkan suatu konflik.
Untuk meminimalisir terjadinya keributan atau konflik maka diadakanlah suatu peraturan dari pemerintah, mengenai penyiaran agama peraturan tersebut disebut dengan SKB (Surat Keputusan Bersama).
Untuk itu dalam makalah kali ini akan membahas mengenai undang-undang yang telah diputuskan dalam SKB mengenai penyiaran agama, kemudian pertanyaannya apakah proses dalam menjalankan peraturan yang telah diputuskan oleh SKB bisa berjalan mulus? Seandainya tidak, bagaimana reaksi terhadap agama-agama yang patuh terhadap peraturan dalam SKB? Kemudian setelah itu bagaimana proses selanjutnya untuk meminimalisir hal-hal yang seperti ini?

II.                MUATAN UU SKB KEBIJAKAN
Dalam (Surat Keputusan Bersama) SKB 1/1969 telah dijelaskan mengenai tata cara pelaksanaan penyiaran agama dan bantuan luar negeri lembaga keagamaan di Indonesia, sebagaimana tertera pada pasal 3 dan pasal 4, nomor 1 tahun 1979 yaitu sebagai berikut;[5]

Ø  Pasal 3
Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesama umat beragama serta dengan dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/menganut dengan melakukan ibadat menurut agamanya.
Ø  Pasal 4
Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain dengan cara:
ü  Menggunakan bujukan atau dengan pemberian barang, uang, pakaian, makanan dan minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentuk pemberian apapun lainnya agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain berpindah dan memeluk/menganut agama yang disiarkan tersebut.
ü  Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, dan bentuk bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain.
ü  Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telah memeluk/menganut agama yang lain.

III.             PROSES PELAKSANAAN KEBIJAKAN
Dalam proses berjalannya waktu peraturan yang telah dibuat oleh badan SKB ternyata tidak berjalan lancer, salah satu contohnya di Palembang, ada yang kontra dengan peraturan dalam SKB pada tahun 2012 bulan Juni hingga Agustus kemarin.
Di Palembang, diam-diam, penyebaran agama kepada umat beragama lain yang dilakukan salah satu tempat ibadah non muslim (Gereja) di Lubuklinggau, tercium sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam. Ternyata kegiatan itu sudah berlangsung selama 2,5 bulan terakhir, sejak Juni hingga Agustus 2012.
Bukan hanya umat Islam yang menjadi sasaran penyebaran agama oleh pemuka agama, tetapi umat lainnya juga dipengaruhi untuk mengikuti kegiatan ajaran agamanya, dengan iming-iming pembagian sembako.
Sedikitnya 130 orang muslim dan empat umat buddha yang didoktrin dengan ajaran agama tertentu oleh pemuka agama tersebut, sebagaimana yang diberitakan oleh Palembang Pos. Dua diantaranya yang sebelumnya pemeluk agama Islam sempat dibaptis.
Ormas Islam yang tahu kejadian itu langsung melakukan koordinasi dengan Kementerian Agama (kemenag) Lubuklinggau dan menyerahkan persoalan itu ke Polres Lubuklinggau. Setelah melakukan pemeriksaan dan pemanggilan terhadap pemuka agama yang mendoktrin, akhirnya diketahui kegiatan itu memang benar ada.
Salah seorang koordinator GBI Lubuklinggau, dihadapan tokoh agama, tokoh pemuda, ormas Islam, kemenag, dan Kapolres Lubuklinggau, memohon maaf atas kegiatan penyebaran agama kepada umat beragama lain dengan mengiming-imingi pembagian sembako. Dia juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.[6]

IV.             OUTPUT DARI KEBIJAKAN
Dari kalangan umat Islam menanggapi hal tersebut yang diwakili oleh Kapolres Lubuklinggau AKBP Chaidir, menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan oknum pendeta tersebut telah melanggar Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagri dan Menteri Agama, mengenai tata cara penyebaran agama. Jika memang itu kembali terjadi, pihaknya akan menyampaikan hal itu ke pembuat peraturan. Karena diakui Chaidir, saat ini belum ada payung hukum yang jelas untuk menjerat pelaku.
Kemudian ketua FUI Sumsel Umar Said mengatakan, bahwa penyebaran agama di wilayah yang sudah memiliki agama adalah suatu pelanggaran. Pasalnya, SKB melarang menyebarkan agama ditengah-tengah komunitas yang sudah beragama. “Menyebarkan agama baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi di tengah suatu komunitas umat beragama itu adalah pelanggaran,” ujarnya.[7]
Namun umat kristen tidak mengakui itu sebagai pelanggaran karena umat Kristen menganggap bahwa yang dimaksud dengan penyebaran agama adalah kegiatan-kegiatan gereja atau orang Kristen yang terarah ke luar, (ini yang disebut go structure, gerak sentrifugal), masuk ke dalam kehidupan orang-orang non-Kristen di luar gereja, atau ke kawasan-kawasan non-Kristen, untuk membuat orang-orang non-Kristen di situ pindah agama, masuk Kristen setelah berlangsung kegiatan siar agama Kristen, dalam waktu singkat ataupun dalam waktu yang lebih panjang. 
Sedangkan semua kegiatan gereja yang diadakan di dalam gedung gereja sendiri, yang dihadiri oleh orang-orang Kristen sendiri (dari aliran apapun), atau oleh orang-orang lain yang dengan berkeinginan sendiri mendatangi gereja untuk mengenal gereja dan ajaran-ajarannya (ini yang disebut come structure, gerak sentripetal), ini tidak dikategorikan sebagai penyiaran agama.[8]

V.                EVALUASI
Untuk menanggapi hal tersebut perlu kebijakan yang super agar tidak terjadi konflik sara yang pernah terjadi di Maluku-Ambon pada tahun 1998-2000 silam.
Dari kronologi kejadian diatas maka kami dapat menarik inti dari suatu permasalahan yaitu sebagai berikut:
Ø  Sebabnya:
Peraturan SKB
Pasal 3 & 4
Kristen melanggar
Non Kristen mematuhi
Islam
Budha
Hindu
 











Ø  Akibatnya:
ü  Islam menggungat Kristen kepada badan SKB, bahwa Kristen bermain curang.
ü  Namun Kristen tidak mengakui itu sebagai kecurangan karena dilandaskan dengan kitab injilnya dalam (matius: 28: 19)
Jadi disini kami dapat memberi keputusan bahwa perlunya ada pengawasan dari pemerintah pusat yang lebih ketat terhadap penyiaran agama.

VI.             PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.

















DAFTAR PUSTAKA

Jumantoro, T., Psikologi Dakwah dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani, Jakarta: Amzah, 2001.
Muchtaram, Zaini, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, Yogyakarta: Al Amin Press dan IKFA, 1996.
Rahmanhadiq.blogspot.com/2009/10/strategi-dakwah-pendeta-kristen.hmtl


[1] T. Jumantoro, Psikologi Dakwah dengan Aspek-Aspek Kejiwaan yang Qur’ani, (Jakarta: Amzah, 2001), hlm. 5
[2] Zaini Muchtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al Amin Press dan IKFA, 1996), hlm. 12
[3] http://www.sarapanpagi.org/matius-28-19-vt3616.html
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Siddharta_Gautama
[7] Ibid
[8] Rahmanhadiq.blogspot.com/2009/10/strategi-dakwah-pendeta-kristen.hmtl

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »