PAKAIAN DAN PERHIASAN



PAKAIAN DAN PERHIASAN

I.                   PENDAHULUAN
Berpakaian (Sandang) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, selain untuk menutup aurat pakaian juga dapat memberikan/membuat keindahan pada diri seseorang dan juga pakaian dapat melindungi tubuh seseorang dari panas matahari maupun udara dingin. Dalam islam telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwasannya setiap manusia itu harus menutup auratnya terlebih pada seorang wanita.
عَنْ اُساَمَتَ بْنِ زَيْدٍقَالَ: كَسَانِى ر.س.م. قُبْطِيَّةً كَشِيْفَةً كَانَتْ مِمَّا اَهْدَى لَهُ دَحْتَهُ الْكَلَبِىُّ، فَكَسَوْتُهَاامْرَاَتِى، فَقَالَ ر.س.م. مَالَكَ لاَتَلْبَسُ اْلُقِبْطِيّةَ؟ فَقُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ، كَسَوْتُهَاامْرَاَتِى فَقَلَ: مُرْهَااَنْ تَجْعَلَ تَحْتَهَاغِلاَلَةً، فَاِنِّى اخَافُ اَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَا مِهَا.
Artinya: “Dari Usamah bin Zaid ra. Ia berkata: Rasulullah saw. Pernah memberikan kepadaku kain tebal dari Qutbi (Mesir), kain itu telah beliau terima sebagai hadiah dari Dahtah Al-kalabi. Tapi kemudian saya berikan pakaian itu untuk isteriku. Maka tegur Rasululluah saw kepadaku: “kenapa kamu tidak pakai saja kain Qubti itu?” saya jawab: “Ya Rasul Allah, kain itu telah saya berikan kepada isteriku.” Maka sabda beliau: “ suruhlah dia mengenakan pula baju rangkapan di bawah kain Qubti itu. Karena aku benar-benar khawatir kain itu akan tetap menampakkan besarnya tulang-tulang (lekuk-lekuk tubuh) isterimu.”[1]
Kemudian juga telah diwajibkan oleh Allah SWT dalam firmannya dalam (QS. Al-A’raf: 26)
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ͺuqムöNä3Ï?ºuäöqy $W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)­G9$# y7Ï9ºsŒ ׎öyz
4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# óOßg¯=yès9 tbr㍩.¤tƒ ÇËÏÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Dari penjalasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa berpakaian merupakan kewajiban untuk setiap manusia baik itu laki-laki maupun perempuan namun yang lebih diutamakan adalah perempuan.
Selain pakaian seseorang juga membutuhkan yang namanya perhiasan tujuannya adalah untuk menjadikan diri seseorang itu agar lebih sedikit menarik, namun banyak fenomena yang terjadi pada saat ini adalah banyak diantara kita baik itu laki-laki maupun perempuan yang sama-sama memakai hiasan pada dirinya, atau bahkan malah ada seorang laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan atau mungkin sebaliknya yaitu perempuan berdandan atau bergaya seperti laki-laki. pertanyaannya bagaimana pandangan islam dalam menanggapi hal tersebut?
Untuk menjawab tantangan persoalan tersebut memang tidak mudah perlu kajian khusus untuk menangani masalah ini, apalagi kita sebagai mahasiswa fakultas Dakwah yang nantinya akan terjun dalam bidang dakwah tentunya diperlukan referensi yang kuat pula dalam menangani kasus ini.

II.                RUMUSAN MASALAH
Melihat dari pemaparan latar belakang/pendahuluan diatas maka dalam rumusan masalah yang kami ambil kali ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah pakaian yang halal dan haram?
2.    Bagaimanakah perhiasan yang halal dan haram?

III.             PEMBAHASAN
A.     Pakaian yang halal dan haram
a.       Pakaian yang halal antara lain yaitu:[2]
1.     Pakaian harus menutupi seluruh badan selain yang sudah dikecualikan, yakni wajah dan kedua telapak tangan untuk wanita sedangkan untuk laki-laki diwajibkan untuk menutup aurat dengan berlandas pada kesopanan.
2.      Untuk perempuan tidak boleh ketat sehingga masih menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya.
3.      Dipakai bukan bermaksud untuk memamerkannya.
Hadits yang melandasi poin-point di atas yaitu:
وَعَنْ اُمِّ سَلَمَةَ: اَنَّ النَّبِ ص.ل.م. دَخَلَ عَلَى اُمِّ سَلَمَةَ وَهِىَ تَحْتَمِرُ،فَقَلَ: لَيَّةًلاَلَيَّتَيْنِ.
Artinya: “Dari Ummu Salamah ra., bahwa Rasulullah saw pernah menemui Ummu Salamah, yang waktu itu sedang memperbaiki letak kerudungnya. Maka sabdalah beliau: “Lipatlah sekali saja, jangan dua kali.”
Maksudnya, isteri Nabi itu disuruh melipat kerudungnya itu sekali saja, jangan dua kali. Agar tidak menyerupai lipatan serban pada laki-laki. Dan bisa menjulur panjang sampai menutupi dadanya.
Kemudian diperjelas oleh firman Allah (QS. Al-ahzaab: 59)[3]  
Artinya: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
kemudian An-nuur: 31 (dadanya)  
Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
b.      Pakaian yang haram antara lain yaitu:[4]
1.      Membuka aurat dihadapan orang yang bukan muhrimnya.
2.      Untuk wanita jangan memakai pakaian transparan
3.      Jangan mengundang perhatian orang lain
4.      Jangan memakai pakaian yang menyerupai pakaian lelaki/perempuan.
Hadits yang digunakan untuk melandasi point-point di atas yaitu:
لَعَنَ اللهُ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ (رواه الحاكم عن أبي هريرة)
Artinya: “Allah mengutuk lelaki yang memakai pakaian perempuan dan mengutuk perempuan yang memakai pakaian laki-laki” (HR. al-Hakim melalui Abu Hurairah)
Hadits lain:[5]
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِيْ الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيْهِ نَارًا
(رواه أبوداودوابن ماجة)
Artinya: “Siapa yang memakai pakaian (yang bertujuan untuk mengundang) popularitas, maka Allah akan mengenakan untuknya pakaian kehinaan pada hari kemudian, lalu dikorbankan pada pakaian(nya) itu api.” (HR. Abu Daud & Ibn Majah)
Adapun jika yang bersangkutan  memakainya bukan dengan tujuan itu, lalu kemudian kenyataannya malah melahirkan popularitas akibat pakaiannya, maka semoga niatnya untuk tidak melanggar dapat mentoleransi popularitas yang lahir itu.
Kemudian hadits lain menjelaskan bahwa:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ: كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِّيْلاَتٌ عَلَى رُؤُوْسِهِنَّ مِثْلُ أَسْنِمَةِ البخت، لاَ يَدْ خُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَرِجَالٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ مِثْلُ أَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا عِبَادَ اللهِ (رواه مسلم عن أبي هريرة)
Artinya: “Dua kelompok dari penghuni neraka yang merupakan umatku, belum saya lihat keduanya. Wanita-wanita yang berbusana (tetapi) telanjang serta berlenggak-lenggok dan melenggak-lenggokkan (orang lain); di atas kepala mereka (sesuatu) seperti punuk-punuk unta. Mereka tidak akan masuk surge dan tidak juga menghirup aromanya. Dan (yang kedua adalah) lelaki-lelaki yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi. Denganya merekamenyiksa hamba-hamba Allah” (HR. Muslim melalui Abu Hurairah).


B.     Perhiasan yang halal dan haram
a.       Perhiasan yang halal antara lain yaitu:[6]
1.      Memakai minyak wangi demi kemesraan suami.
2.      Emas dan sutera, boleh dipakai tapi makruh berbangga dan bermegahan dengannya.
3.      Pakaian bercelup ‘Ushfur boleh dipakai di luar rumah, bila tidak bermasud untuk berbangga dan menyombongkan diri.
Hadits yang digunakan untuk melandasi point-point di atas yaitu:
عَنْ اَبِى مُوْسَى: اَنَّ النَّبِىَّ. ص.ل.م. قَالَ: اُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيْرُ لِلْاِنَاثِ مِنْ اُمَّتِى، وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُوْرِهَا
Artinya: “Dari Abu Musa ra. Bahwa Nabi saw. Bersabda: “Emas dan sutera dihalalkan bagi kaum wanita dari umatku, dan diharamkan atas kaum laki-laki.”
Kemudian hadits lain menjelaskan bahwa:
عَنْ عَمْرِوَبْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ: اَقْبَلْنَا مَعَ. ر.س.م. مِنْ ثَنِيَّةٍ، فَالْتَفَتَ اِلَىَّ وَعَلَى رِيْطَةٍ مُضْرَ جَةٍ بِالْعُصْفُرِ، فَقَالَ: مَاهَذِهِ؟ فَعَرَفْتُ مَاكَرِهَ، فَاَتَيْتُ اَهْلِى وَهُمْ يَسْجُرُوْرَهُمْ فَقَذَ فْتُهَا فِيْهِ، ثُمَّ اَتَيْتُهُ مِنَ الْغَدِ، فَقَالَ: يَاعَبْدَاللهِ مَا فَعَلْتَ بِالرِّيْطَةِ؟ فَاَخْبَرْ تُهُ، فَقَالَ: اَلاَكَسَوْ تُهَا بَعْضَ اَهْلِكَ أه. وَزَادَابْنُ مَاجَه: فَاِنَّهُ لاَبَأسَ بِذَ لِكَ لِلنِّسَاءِ
Artinya: “Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia mengatakan: kami dating bersama Rasul saw. Dari Tsaniyah. Maka beliau menoleh kepadaku, khususnya kepada bajuku yang tipis lagi lunak tercelup ‘Ushfur. Tanya beliau:”Apa ini?!”dan tahulah apa yang tidak beliau sukai. Sesudah itu saya pulang ke rumah, waktu itu keluargaku sedang menyalakan tungku dapur mereka, maka saya lemparkan bajuku itu kedalamnya. Kemudian besoknya saya dating menemui Nabi, maka bertanyalah beliau: “Hai Abdullah, kamu apakan baju ‘Ushfurmu itu?” dan semua yang telah aku lakukan itupun saya katakana.
Maka sabda beliau: “kenapa tidak kamu berikan saja kepada keluargamu, biar dia pakai?”
Ibnu Majah menambahkan: “sesungguhnya pakaian seperti itu tidak apa dipakai untuk seorang wanita”.
b.      Perhiasan yang haram antara lain yaitu:[7]
1.      Perhiasan yang dipakai dengan maksud menimbulkan kehebohan, menyombongkan diri dan menarik perhatian orang, tamu, baik wanita ataupun lainnya.
2.      Jangan bertabarruj. Artinya pada bagian ini ditujukan pada wanita yang sudah berusia senja dan tidak berminat lagi untuk kawin.
3.      Minyak wangi yang menyengat hidung, dipakai di hadapan selain muhrimnya.

IV.             KESIMPULAN
Pakaian yang halal antara lain yaitu: Pakaian harus menutupi aurat dan dengan berlandas pada kesopanan, untuk perempuan tidak boleh ketat sehingga masih menampakkan bentuk tubuh yang ditutupinya, dipakai bukan bermaksud untuk memamerkannya. Sedangkan pakaian yang haram antara lain yaitu, membuka aurat dihadapan orang yang bukan muhrimnya, untuk wanita jangan memakai pakaian transparan, jangan mengundang perhatian orang lain, jangan memakai pakaian yang menyerupai pakaian lelaki/perempuan.
Perhiasan yang halal antara lain yaitu: memakai minyak wangi demi kemesraan suami, emas dan sutera, boleh dipakai tapi makruh berbangga dan bermegahan dengannya, pakaian bercelup ‘Ushfur boleh dipakai di luar rumah, bila tidak bermasud untuk berbangga dan menyombongkan diri. Sedangkan perhiasan yang haram antara lain yaitu: perhiasan yang dipakai dengan maksud menimbulkan kehebohan, menyombongkan diri dan menarik perhatian orang, tamu, baik wanita ataupun lainnya, jangan bertabarruj. Artinya pada bagian ini ditujukan pada wanita yang sudah berusia senja dan tidak berminat lagi untuk kawin, minyak wangi yang menyengat hidung, dipakai di hadapan selain muhrimnya.

V.                PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.
























DAFTAR PUSTAKA
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Wanita, Semarang: CV. ASY-SYIFA’, 1981.
Ibrahim, Abdul Mu’min, Mendidik Anak Perempuan, Depok: GEMA INSANI, 2002.
Shihab,  M. Quraish, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Washfi, Muhammd, Mencapai Keluarga Barokah, Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2005.


[1] Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, (Semarang: CV. ASY-SYIFA’, 1981), hlm.131-132
[2] Ibid., hlm. 127-132
[3] Abdul Mu’min Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan, (Depok: GEMA INSANI, 2002), hlm. 232
[4] M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah, ( Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 167-170
[5] Muhammd Washfi, Mencapai Keluarga Barokah, (Yogyakarta: MITRA PUSTAKA, 2005), hlm. 344
[6] Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Op.cit., hlm. 140-142
[7] http://al-atsariyyah.com/adab-berpakain-dan-berhias.html diakses pada tanggal 23 september 2010 oleh Muhammad Ikhsan. 20.45 WIT

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »